Peran
Etika, Ilmu dan Skill
dalam
Peningkatan Kualitas Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS)
Oleh : Mustofa Khoyalim
A.
Pendahuluan
Mengawinkan
etika dan bisnis bagi sebagian orang bagaikan memyandingkan seorang putri
dengan pemulung (menyedihkan dan menyakitkan). Para ahli sering berkelakar, bahwa
etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan
antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan.
Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan
daripada etika.
Disisi lain
ilmu dan skill adalah jantung dan nadi dalam dunia bisnis. Banyak sekali
hartawan yang menjadi “kereawan” (orang miskin) karena menafikan
keduanya, begitu juga sebaliknya tidak sedikit “kereawan” yang dengan
bekal ilmu dan skill dengan waktu yang relative singkat dengan mengejutkan
mampu menjadi hartawan.
Kaitannya
dengan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS), dalam makalah ini penulis akan
memaparkan (tentunya dengan ringkas) mengenai peran etika, ilmu dan skill dalam
peningkatan kualitas Lembaga Keuangan Syari’ah. Adakah etika, ilmu dan sekil
dapat meningkatkan kualitas LKS atau malah menjadi penyebab merosotnya kualitas
LKS. Serta bagaimanakah etika, ilmu dan skill dapat meningkatkan kualitas LKS.
Dengan selalu
memohon bimbingan dari Allah, penulis akan mencoba untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas. Penulis menyadari bahwa wewenang penulis
hanyalah sebatas melakukan pemikiran dan menuangkannya dalam makalah ini tidak
lebih dari itu. Adapun kebenaran dari hasil pemikiran penulis dalam makalah ini
sepenuhnya penulis gantungkan pada Allah dan ahlinya. Untuk itu penulis membuka
lebar-lebar ruang diskusi untuk menemukan titik terang mengenai topik dalam
makalah ini.
B.
Etika, Ilmu dan Skill dalam Lembaga Keuangan Syari’ah
1.
Kedudukan Etika, Ilmu dan Skill dalam Islam dan Keterkaitannya
Tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa Islam adalah agama yang paling sempurna yang pernah ada
di jagat ini. Hal ini terbukti dengan tidak adanya satupun celah yang tidak tersentuh
oleh Islam. Masalah etika dalam Islam biasa disebut dengan ahlak. Persamaan
diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, yaitu
kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan
perbuatan manusia. Adapun perbedaanya terletak dari sumbernya. Jika etika
bersumber pada akal fikiran dan filsafat, sedangkan ahlak lebih bersumber pada
tuntunan ilahiyah (al-Qur’an dan al-Sunnah).[1]
Islam
menempatkan ahlak dalam posisi yang utama. Hal ini terbukti dengan adanya
hadits Rasul Muhammad saw :
إنما
بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
”
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.45)
Sebagai
mana kedudukan etika dalam Islam, Ilmu dan Skil juga mengalami nasib yang sama
yaitu memiliki peran yang penting dalam mengawal manusia mengemban tugasnya
sebagai khalifah di jagad ini. Keistimewaan ilmu dalam Islam terbukti dengan
adanya wahyu pertama yang diturunkan Allah adalah QS. Al-Alaq ayat 1-5 :
Artinya
:
1.
bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,2. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah,4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,5. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam
al-Qur’an, kata ‘ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780
kali. Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada Rasulullah saw, menyebutkan
pentingnya membaca, pena dan ajaran untuk manusia dalam kehidupannya.
Hal ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menomor satukan ilmu. Ini terlihat
dari pertanyaan yang dilontarkan Allah pada umat-Nya dalam wahyu yang mampu
memacu adrenalin kita untuk senantiasa menggali dan terus menggali Ilmu.
Firman
Allah QS. az-Zumar ayat : 9 telah memicu adrenalin kita untuk mengungkap apa yang sesungguhnya
diharapkan oleh Allah dari ayat di atas. Ayat diatas secara tidak langsung
menerintahkan kepada kita untuk menjadi umat yang senantiasa mengedepankan ilmu
dalam segala amal.
Sulit untuk
dipercaya jika masih ada yang mengatakan bahwa Islam tidak peduli pada
pengetahuan setelah melihat janji Allah yang akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan orang yang berilmu. Betapa mulianya orang yang
berilmu sehingga Allah menyandingkannya dengan orang-orang yang beriman. Dalam
kesempatan lain Rasul Muhammad pun brsabda “siapa yang mengharapkan dunia maka
perolehlah dengan ilmu, barang siapa mengharap akhirat maka perolehlah dengan
ilmu dan barang siapa yang mengharap keduanya (dunia dan akhirat) maka
perolehlah dengan ilmu pula”.
Dari
penjelasan-penjelasan diatas, dapat difahami betapa peran ilmu dalam kehidupan
yang dengannya (ilmu) akan menghasilkan skill (keterampilan) yang sangat
berguna bagi kemudahan dalam hidup.
2.
Peran Etika, Ilmu dan Skill dalam Peningkatan Kualitas Lembaga
Keuangan Syari’ah
Lembaga
Keuangan Syariah adalah bagian kecil dari dunia yang keberadaannya tidak dapat
dilepaskan dari adanya etika, ilmu dan skil. Sebagai salah satu wadah bertashatufat
bagi manusia, sejarah mencatat bahwa di Indonesia sempat berkembang adanya
pemisahan antara bisnis dan etika ( bisnis tidak memiliki tanggung jawab social
yang dibutuhkan hanyalak mencari keuntungan sebanyaknya).
Pemahaman
seperti diatas memang sangat mujarab untuk mengeruk keuntungan sebesar-besanya.
Namun, ada suatu yang lain yang terabaikan dari adanya pemahaman tentang
pemisahan bisnis dan etika. Maraknya praktek-praktek kolusi, korupsi, monopoli, penipuan,
penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan
bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang
didepan mata kita baik yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik,
yang menjadikan perekonomian rakyat semakin terpuruk.
Pengalaman getir
yang dialami bangsa ini dapat dijadikan
sebagai ‘dalil’ pembukti betapa besarnya peran etika dalam bisnis. Demikian
juga halnya dalam ranah LKS. Sudah barang tentu kehadiran etika dalam LKS tidak
tak berarti apa-apa. Disamping etika, kehadiran ilmu pengetahun yang didukung
oleh skil ikut mendorong peningkatan kualitas LKS itu sendiri.
a. Etika, Ilmu dan Skil Antara Asa dan Realita dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS)
Memprihatinkan,
itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadan Lembaga Keuangan
Syari’ah untuk sekarang. Penggunaan istilah yang terletak di akhir kalimat
sepertinya memang tepat untuk menggambarkan apa yang sebenarnya. Dan suatu
kewajaran jika dalam prakteknya masih ada prinsip-syari’ah yang diterjang (lha
ya wong gor go pantes-pantesan)[2].
Ini dikarenakan
rendahnya kesadaran akan etika, ilmu dan skil. Keengganan untuk menggabungkan
etika dan bisnis secara kaffah dan didukung dengan minimnya pengetahuan
tentang syari’ah serta skil yang acakadut yang menyebabkan seolah-olah
produk yang dilahirkan dan di sajikan kepada umat Islam seperti “ daging
celeng yang disebut daging halal yang disembelih secara islami”.
Lembaga
Keuangan Syari’ah yang seharusnya berbeda dengan Lembaga Keuangan non-Syari’ah
terutama dalam segi pengembanan moral justru pada kenyataannya tidak ada
ubahnya. Sebagai contoh dalam masalah pembiayaan Lembaga Keuangan Syari’ah
masih memihak pada golongan kaya dan memandang sebelah mata kepada kaum papa.
Akibatnya kesejahteraan ekonomi hanya milik yang kaya sedangkan kaum papa
selamanya akan tetap berada dalam garis kepapaannya.
b. Etika, Ilmu dan Skil dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dan
Kesejahteraan Umat
Penulis yaqin
haqqul yaqin bahwa dengan adanya peleburan etika dalam bisnis “manunggaling
etika lan bisnis” kualitas maupun kuantitas Lembaga Keuangan Syariah akan
semakin meningkat. Dan jika ditanya enndi dalile (mana dalilnya /
dasarnya), sungguh sangat banyak dalil (baik secara teoritis maupun empiris)
yang telah teruji kesohehannya dalam menciptakan kemaslahatan umat.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله
عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا
يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ
صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ
وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ
وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً
رواه
مسلم
Setelah
menyimak hadits di atas, tidak sepantasnya untuk serorang muslim masih
meragukan kemanunggalan etika dan bisnis. Dengan memadukan keduanya dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah sudh barang tentu akan meningkatkan kualitas LKS itu
sendiri. Seperti halnya masalah kejujuran yang dicontohkan dalam hadits nabi di
atas yang akan membawa pada kebaikan.
Dengan etika
yang baik hubungan antara pemimpin (atasan) dan karyawan serta nasabah dalam
suatu LKS dapat terjalin dengan baik pula yang akhirnya dapat menciptakan
budaya kerja yang kondusif, nyaman dan menguntungkan semua pihak.
Tidak hanya
etika SDM yang berpengetahuan dan berketrampilan juga turut andil dalam
peningkatan kualitas LKS. Muhammad bin Abdullah bersabda “Apabila sesuatu
urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya”
(HR. Bukhari).
Disinilah
kedudukan ilmu dan skil dalam perannya meningkatkan kualitas LKS. Dengan
pengetahuan dan skil yang dimiliki LKS dapat menjadikannya LK yang berdaya
saing, mengikuti perkembangan dunia teknologi dalam pelayanan. Sehingga
menciptakan kemudahan-kemudahan dalam bertransaksi.
Dan dengan
bekal etika, ilmu dan skil yang baik LKS dapat dengan mudah merangkul
mitra-mitra kecil menengah yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan kaum
papa.
C.
Ksimpulan
Dari penjelasan
singkat diatas kiranya perlu ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Islam
adalah agama yang terdepan dalam menggabungkan antara Etika dan Bisnis. Dalam
pandangan Islam, etika dalam Lembaga Keuangan Syari’ah sangan dibutuhkan guna
mewujudkan terciptanya budaya bisnis yang saling menguntungkan.
2.
Selain
etika yang baik, perlu juga didukung dengan ilmu dan skil untuk mengembangkan
apa yang telah ada agar dapat berdaya saing dengan Lembaga Keuangan
non-Syari’ah.
3.
Peningkatan
ketiganya (etika, ilmu dan skil) dalam Lembaga Keuangan Syari’ah berimbas pada
peningkatan kualitas LKS yang bermuara pada kesejahteraan umat dan ridha Allah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya,
Yogyakarta, Kanisius,1998.
Goodfellow, Rob, Etika Bisnis Indonesia, Yogyakarta, Tajidu
Prees, 2002.
Muhammad, M.Ag., Alimin, Lc., M.Ag, Etika dan Perlindungan
Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, BPFE, 2004.
Muslich, Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional,
Yogyakarta, EKFE UII Yogyakarta, 1998.
Valerie Grant-Sokolosky, Protokol Perusahaan Kumpulan Petunjuk
Ringkas Etika Bisnis, Trj, Suharri, Solo, Dabara Publisher, cet. 3, 1997.
[1] Menurut
faham Asy’ariyah, nilai kebaikan suatu
tindakan bukannya terletak pada obyektivitas nilainya, melainkan
pada ketaatannya pada kehendak Tuhan. Asy’ariyah berpandangan bahwa
menusia itu bagaikan ‘anak kecil’ yang
harus senantiasa dibimbing oleh wahyu karena tanpa wahyu
manusia tidak mampu memahami mana yang baik dan mana yang buruk.
Lihat juga buku-buku Ulumul Kalam
[2] “Lebel Syari’ah hanya untuk hiasan saja agar
orang tertarik”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar