Laman

Cari Blog Ini

Sabtu, 03 November 2012

QURBQN VS EGOISME



QURBAN VS EGOISME
(Merajut Kemanunggalan dalam Kebhinekaan Bermazhab)

Oleh : Mustofa Khoyalim

            Ritual qurban yang dalam pemaknaan sederhana difahami sebagai ritus penyembelihan hewan semisal unta, kambing, sapi / kerbauyang dilakukan pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijah sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan oleh syara’, merupakan bentuk ketertundukan seorang hamba pada sang pencipta.
            Istilah qurban sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab qaraba – yaqrabu – qurbanan yang mengandung arti “dekat – mendekat”. Yaitu suatu ritual / upaya pendekatan diri seorang hamba kepada Tuhannya, dengan cara memberikan persembahan terbaiknya melalui penyembelihan hewan qurban (yaitu : unta, kambing, sapi/kerbau yang telah ditentukan oleh syara’) dan mendistribusikannya kepada umat yang membutuhkannya.
            Ibadah qurban merupakan bentuk pembelajaran Allah kepada hambanya. Banyak hikmah yang dapat dipetik dari disyari’atkannya ibadah qurban. Diantaranya, Allah ingin mengajarkan kepada hamba-Nya untuk menghilangkan egoisme dan menggantinya dengan keikhlasan. Hal ini ditunjukkan denang dengan adanya firman Allah surat al-Hajj ayat 37: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s Al Hajj 037).
            Ayat di atas menunjukkan pada hamba-Nya untuk selalu ikhlas dalam setiap bentuk ibadah sebagai wujud penghambaan pada Allah. Karena sesungguhnya pengorbanan yang diterima oleh Allah bukan dilihat dari banyaknya daging dan derasnya darah yang mengalir dari hewan qurban yang disembelih, melainkan keikhlasan dalam persembahan dan ketertundukan dalam melaksanakan setiap perintah Allah serta menjauhi segala larangan Allah (taqwa).
            Dalam ibadah qurban terdapat sinyal-sinyal Allah dalam mengajari umat-Nya unuk mengikis rasa egois (mementingkan diri sndiri). Dengan berbagi hewan qurban kepada umat yang membutuhkan. Praktek ibadah semacam ini merupakan bentuk spiritalitas tertinggi. Yaitu sebuah praktek ibadah yang mencakup penghambaan secara vertical (hablu minallah) dan sekaligus penghambaan secara horizontal (hablu minannas). Terlebih dalam pendistribusian hewan qurban yang tidak mengenal perbedaan mazhab bahkan agama sekalipun (meski untuk pendistribusian hewan qurban kepada non-muslim belum terdapat ijma’ ulama’, namun terdapat beberapa ulama’ yang membolehkannya. Tentunya dalam keadaan-keadaan tertentu).
            Tidak ada larangan bagi mazhab syafi’i menerima dan memberikan hewan qurban kepada mazhab Hambali, tidak pula sebaliknya. Juga tidak ada larangan bagi mazhab Maliki memberi dan menerima hewan qurban dari mazhab Hanafi, dan berlaku sebaliknya. Betapa indahnya ketika umat Islam mampu berbagi kepada sesama lintas mazhab, lintas golongan, lintas aliran, bahkan lintas keyakinan.
            Sungguh disayangkan ketika ajaran kemanuggalan ibadah qurban yang mampu melampoi egoisme bermazhab, ibadah qurban yang mampu memberikan rasa kebersamaan sebagai umatan wahidah (kemanunggalan umat) diatas perbedaan yang ada, sangat jarang kita temukan dalam keseharian.