Laman

Cari Blog Ini

Rabu, 13 Juli 2011

SOAL-JAWAB SEPUTAR LEMBAGA KEUANGAN LANGIT

UNEK-UNEK SEPUTAR LEMBAGA KEUANGAN LANGIT
1.    SOAL : Dewasa ini, seiring dengan bangkitnya semangat untuk menjalankan Islam secara kaffah, mendorong lahirnya lembaga keuangan syariah baik yang berupa bank maupun yang non-bank. Sementara itu, tingginya semangat keislaman yang dimiliki tidak sejalan dengan pemahaman akan Islam (sbg ajaran) itu sendiri. Sehingga masih banya khalayak yang menanyakan bahkan meragukan perbedaan antara lembaga keuangan konvensional dengan lembaga keuangan syariah. Bagaimana tanggapan anda untuk menjelaskan pertanyaan tsb?

Jawab : Menanggapi pertanyaan diatas, memang kita tidak dapat memungkiri bahwa lembaga keuangan syariah yang ada saat ini merupakan turunan dari lembaga keuangan yang lebih dulu lahir (konvensional). Sehingga tidak sedikit terjadi persamaan antara keduanya. Namun tidak dapat juga kita katakana sama. Adapun perbedaan antara keduanya adalah :
a.    Perbedaan Falsafah dan Dasar Hukum
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendasar  terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah,  untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Sedangkan jika dalam Lembaga Keuangan Konvensional dasar hokum yang digunakan adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia. Sedangkan dalam Lembaga Keuangan syari’ah dasar hukum yang digunakan adalah wahyu Allah (al-quran dan al-Sunnah), yang kemudian ditafsirkan oleh para ulama’.
b.    Akad
Perbedaan selanjutnya adalah dalam segi akad. dalam Islam akad sangat mempengaruhi terhadap halal atau tidaknya suatu transaksi bisnis. Sebagai contoh pengambilan keuntungan dari jual-beli dihalalkan dalam Islam. Namun, pengambilan keuntungan dari pinjaman yang ditngguhkan pembayarannya tidak dibenarkan dalam Islam.
c.    Kewajiban Mengelola Zakat
Lembaga Keuangan Syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah), yang hal ini tidak ada dalam Lembaga Keuangan non-syari’ah.
d.    Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
2.    Soal : Mengingat berpuluh-puluh tahun negara kita menganut sistem sekuler yang berurat akar, dan sekarang mulai menjalankan sistim Islam, bagaimana menurut anda tentang praktek Lembaga keuangan syariah apakah prinsip syariah memang sudah diterapkan secara benar dan konsekuen sesuai labelnya pada bank-bank syariah nasional, berikan solusi.
Jawab : sebagai muslim kita turut bangga dengan semangat untuk memajukan ekonomi Islam. Namun, jika kita tilik dalam praktek yang terjadi kita turut prihatin dengan apa yang terjadi saat ini. Masih terdapat beberapa kejanggalan dalam penerapan prinsip ekonomi Islam oleh bank-bank syariah di Indonesia, diantaranya :
Kerancuan dalam prinsip mudharabah dengan prinsip utang piutang
Satu di antara banyak istilah syariah yang masih asing di telinga masyarakat tanah air adalah mudharabah, arti leksikalnya adalah sistem bagi hasil. Kerancuan dapat kita rasakan jika membandingan teori dan praktek yag berkembang di perbankan syariah nasional. Bank syariah sebagai pelaku usaha saat pemilik modal menitipkan dananya, pada waktu yang sama menjadi pemilik modal saat ada pelaku usaha yang membutuhkan suntikan dana. Artinya kegiatan ini menggunakan akad utang piutang dan menyelisihi akad mudharabah yang memang menjadi prinsip awal perbankan syariah.
Ulama besar abad ke-14 Masehi asal Damaskus, Imam Nawawi telah mengeluarkan fatwa, “Tidak dibenarkan bagi pelaku usaha (mudharib) untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada pihak ketiga dengan perjanjian mudharabah. Bila ia melakukan hal itu atas seizin pemodal, sehingga ia keluar dari akad mudharabah pertama dan berubah status menjadi perwakilan bagi pemodal pada akad mudharabah kedua ini, maka itu dibenarkan. Akan tetapi ia tidak dibenarkan untuk mensyaratkan untuk dirinya sedikitpun dari keuntungan yang diperoleh. Bila ia tetap mensyaratkan hal itu, maka akad mudharabah kedua bathil.” Pendapat ini merupakan penegasan dari fatwa Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafii yang fiqihnya diterapkan mayoritas penduduk Muslim Indonesia, Asia Tenggara, dan sebagainya.
Menurut Dr. Muhammad Arifin Badri, Doktor Fiqih asli Indonesia peraih predikat summa cum laude Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah Saudi Arabia mengungkapkan bahwa dalam akad mudharabah, bila perbankan memerankan peranan ganda semacam ini -atas seizin pemodal- sedangkan ia tidak ikut serta dalam menjalankan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha kedua, maka bank tidak berhak mendapatkan bagian dari keuntungan, karena statusnya hanyalah sebagai perantara (calo). Para ulama menjelaskan bahwa alasan hukum ini karena hasil/keuntungan dalam akad mudharabah hanyalah hak pemilik modal dan pelaku usaha. Adapun pihak yang tidak memiliki modal dan tidak ikut serta dalam pelaksanaan usaha, maka ia tidak berhak untuk mendapatkan bagian dari hasil.
Dan untuk menghindari hal diatas lembaga keuangan syariah khususnya perbankan dapat menyiasatinya dengan mengganti akad produk dalam penghimpunan dana masyarakat yang semula menggunakan mudharabah dapat diganti dengan wadi’ah. Atau jika tidak dapat menggantinya dapat dengan memisah dana mudharabah dan dikelola tidak dalam pembiayaan mudharanah namun dapat dengan menggunakan akad jual beli (salam, murabahah, maupun istisna), yang melibatkan pihak bank ikut serta dalam usaha.
3.    Soal : lembaga apa sajakah yang melakukan aktivitas ekonomi syariah dan apa bedanya dengan lembaga konvensional
Jawab : di Indonesia ada beberapa lembaga yang menerapkan system syariah diantaranya yaitu :
a.    Perbankan syariah dengan cirri-ciri :
1.    Bank syariah menjadikan uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang dapat diperdagangkan sebagaimana terjadi pada bank konvensional.
2.    Bank syariah menggunakan sistim bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil bukan sistim bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya ditetapkan dimuka.
3.    Resiko akan ditanggung bersama antara bank syariah dengan nasabah dan tidak mengenal selisih segatif (negative spread).
4.    Pada bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi kegiatan operasional agar selalu berjalan pada rambu-rambu syariah.
b.    Asuransi syariah dengan cirri-ciri :
1.    Asuransi syariah dalam pelaksanaannya didasari pada prinsip tolong-menolong bukan bisnis (mencari keuntunga)
2.    Dana yang terkumpul adalah tetap milik anggota bukan milik perusahaan, karena perusahaan hanya pengelola bukan penentu investasi.
3.    Pembayaran klaim peserta diambilkan dari dana Tabaru’ (iuran sodaqah peserta) bukan dari uang perusahaan.
4.    Terdapat Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi kegiatan operasional asuransi syariah agar tetap berjalan sesuai syariat.
c.    Pegadaian syariah dengan cirri-ciri ;
1.    Biaya administrasi pegadaian syariah berdasarkan barang bukan pada prosentase yang didasarkan pada golongan barang.
2.    Pada pegadaian syariah 1 hari dihitung 5 hari bukan 15 hari.
3.    Jasa simpanan berdasarkan simpanan bukan pada uang pinjaman.
4.    Jika pinjaman tidak dilunasi maka barang akan dijual kepada masyarakat bukan di lelang.
5.    Nilai pinjaman 90% dari nilai taksiran bukan 92% untuk golongan A dan untuk golongan BCD 88-86%.
6.    Penggolongan nasabah pegadaian syariah D-K-M-I-L bukan P-N-I-D-L
7.    Jasa pinjaman dihitung dengan konstanta dikali taksiran bukan prosentase dikali jumlah pinjaman.
8.    Maksimal jangka waktu pegadaian syariah 3 bulan sampai 4 bulan.
d.    Pasar modal syariah
Investasi syariah dalam surat berharga pasar modal mengambil bentuk sertifikat investasi bagi hasil, margin, pendapatan sewa menyewa jangka waktu tertentu (obligasi syariah) dan saham-saham dalam Islamic index. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pasar modal syariah adalah :
1.    Klasifikasi substansi entitas sesuai syariah,
2.    Transparansi dalam cara masuk ke substansi investasi.
3.    Managemen aktifa yang berkualitas.
4.    Perkiraan profil resiko dan hasil.
5.    Lingkungan investasi sesuai peraturan yang erlaku.
6.    Tingkat liquiditas atau jangka waktu investasi dan perolehan hasil.

e.    BMT (baitul mal wa tanwil)
Lembaga keuangan mikro yang dikembangkan menggunakan pola bagi hasil, menumbuh kembangkan usaha mikro dengan kemitraan dan kemudhan bantuan dana untuk meningkatkan usaha mikro.
4. Soal : Dalam menjalan operasionalnya, tidak dapat dipungkiri adanya permasalahan yang menyebabkan salah satu pihak merasa tidak terpenuhi haknya sehingga menimbulkan sengketa antara pihak-pihak yang bertransaksi. Dalam keadaan ini bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi antara lembaga keuangan syariah dengan nasabah?  
Jawab :  Apabila terjadi perselisihan/sengketa antara Nasabah dengan Lembaga keunangan Syariah, Biasanya dalam kontrak bisnis sudah disepakati dalam kontrak yang dibuatnya untuk menyelesaiakan sengketa dapat diserahkan kepada forum-forum tertentu sesuai dengan kesepakatan. Ada yang langsung ke lembaga pengadilan atau ada juga melalui lembaga di luar pengadilan yaitu arbitrase (choice of forum/choice of jurisdiction). Disamping itu, dalam klausul yang dibuat oleh para pihak ditentukan pula hukum mana yang disepakati untuk dipergunakan apabila dikemudian hari terjadi sengketa di antra mereka (choice of law).
Alternatif Penyelesaian Sengketa (alternative dispute resolution) diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa : “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.” Maka terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non litigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).
 Selain melalui jalan Abritase, penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama. Dengan adanya amandemen Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, maka ruang lingkup tugas dan wewenang Peradilan Agama diperluas. Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama disebutkan:
“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syari`ah yang meliputi :
a). bank syari`ah;
b). lembaga keuangan mikro syari`ah;
c). asuransi syari`ah ;
d). reasuransi syari`ah;
e). reksa dana syari`ah;
f). obligasi syari`ah dan surat berharga berjangka menengah syari`ah;
g). sekuritas syari`ah;
h). pembiayaan syari`ah;
i). pegadaian syari`ah;
j). dana pension lembaga keuangan syari`ah; dan
k). bisnis syari`ah.” .
dengan demikian terdapat dua cara dalam melakukan penyelesaian sengketa antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah yaitu melalui jalan dami (islah) melalui badan abritase syariah atau dengan menempuh jalur hokum melalui peradilan agama.
5.     Soal :Dewasa ini perkembangan perbankan syariah semakin pesat, namun dengan peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah yang ada ternyata masih belum juga mampu untuk mengungguli market shar perbankan konvensionl. Menanggapi permasalahan diata apa formula yang tepat menurut anda guna meningkatkan market shre lembaga keuangan syariah khususnya perbankan.
Jawab : sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk muslim di Indonesia adalah mayoritas, namun masih banyak yang menggunakan fasilitas bank konvensional,mengapa? Karena karena kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kesyariahan bank syariah itu sendiri. Untuk itu, untuk menarik/merebut pangsa pasar lembaga keuangan syariah harus berani melakukan perubahan-perubahan secara keseluruhan dalam menjalankan operasionalnya agar benar-benar sesuai dengan syariah. Selain itu pengelolan dana zakat, shodaqah dan infaq harus  dikelola semaksimal mungkin dengan lebih meningkatkan kemitraan Qardul hasan. Dengan adanya kemitraan tersebut maka akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kesungguhan lembaga keuangan syariah adalam membela kaum lemah, yang akhirnya khabar-khabar semacam ini akan segera menyebar melalui cerita-cerita dari mulut-kemulut dan akhirnya menjadi pembicaraan umum yang berpengaruh pula pad peningkatan kepercayaan masyarakat luas pada lembaga keuangan syariah dan secara berangsur akan meningkatkan market shar perbankan syariah.

Wallahu a’lam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar