Laman

Cari Blog Ini

Rabu, 02 Maret 2011

HUKUM JUAL-BELI MATA UANG

HUKUM ISLAM TENTANG
JUAL BELI MATA UANG

Oleh :
Mustofa Anwar

I. PENDAHULUAN
Perkembangan transaksi ekonomi terus berjalan seirinng berkembangnya pengetahuan dan peradaban. Praktek-praktek ekonomi yang terjadi saat ini tidak lagi sesederhana seperti praktek-praktek yang terjadi ratusan tahun yang lalu. Dikarenakan pada waktu itu kebutuhan manusia tidaklah sekompleks kebutuhan manusia saat ini. Sehingga praktek ekonomi yang terjadi pun masih sangat sederhana.
                         Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi (sebagai dampak perpaduan peradaban antar bangsa) menjadikan praktek-praktek ekonomi tidak sesederhana pada waktu itu. Jika pada waktu itu praktek jual beli cukup dilakukan dengan cara barter, maka seiring berkembangnya pengetahuan manusia terciptalah "uang" sebagai alat tukar yang diterima dalam suatu kelompok masyarakat.
                         Kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa peran orang lain. Meluas dalam sektor negara yang tidak dapat memenuhi hajat hidup rakyatnya tanpa adanya peranserta dari negara lain, menyebabkan transaksi ekonomi antar negara pun tidak dapat di elakkan lagi. Dari sini timbulah masalah, setiap negara memiliki mata uang sendiri-sendiri dan hanya berlaku di masing-masing negara. Sedangkan masing-masing negara memerlukan barang atau produk yang tidak terdapat di negara tertentu. Akhirnya terjadilah transaksi pertukaran uang atau jual beli mata uang.
                        Dalam literatur klasik banyak kita jumpai kitab-kitab yang mengulas masalah ini karena fenomena ini juga telah terjadi pada waktu itu hanya saja tidak sekompleks sekarang. Para ulama' masa itu sepakat menyamakan jenis transaksi ini seperti jual beli emas dengan emas dan mereka menyebutnya sebagai transaksi sharf. Dengan berlandaskan pada hadits Nabi saw :
لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ ،
 وَلاَ تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ ، وَلاَ تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ. رواه البخاري ومسلم
“Janganlah engkau menjual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Janganlah engkau menjual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Dan janganlah engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan secara kontan.” (Riwayat Al Bukhary dan Muslim).
Dalam makalah ini pemakalah akan berupaya memaparkan bentuk-bentuk transaksi jual beli  mata uang yang terjadi dewasa ini dan menganalisanya menggunakan kacamata Islam.     
II. PEMBAHASAN
  1. Definisi Jual Beli Mata Uang
Currency trading is the process of investing in world currencies. It involves buying and selling currencies to take advantage of variations in exchange rates. Perdagangan mata uang adalah proses investasi di mata uang dunia. Melibatkan membeli dan menjual mata uang untuk mengambil keuntungan dari variasi dalam nilai tukar.[1]
Dalam Islam jual beli mata uang dikenal dengan istilah al-Sharf Muhammad al-Adnani mendefinisikan al-Sharf dengan tukar menukar uang. Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-Sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya.[2]
Taqiyuddin an-Nabhani mendefinisikan al-Sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang lain (atau berbeda sejenisnya) semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa al-sharf merupakan suatu perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang asing yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya). Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham. Tukar menukar seperti ini  dalam hukum Islam termasuk salah satu cara jual beli, dan dalam hukum perdata Barat disebut dengan barter.

  1. Praktek Jual Beli Mata Uang di era Modern
Dewasa ini jual beli uang biasanya terjadi di bursa valuta asing (valas). Bursa valas ini diartikan dengan mekanisme, di mana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional dan meminimalkan kemungkinan resiko kerugian akibat terjadinya fluktuasi kurs suatu mata uang.
Transaksi di pasar valuta asing terdiri dari dua jenis tingkatan, yaitu antar bank (wholesale market) dan klien (retail market). Transaksi individu dalam pasar antar bank biasanya berjumlah sangat besar misalnya dalam kelipatan jutaan dolar. Sedangkan kontrak antar bank dengan nasabah biasanya dibuat dalam jumlah tertentu dan bisa dalam jumlah yang relatif kecil. Peserta yang aktif melakukan transaksi pada dua tingkat pasar di atas terdiri dari empat golongan, yaitu: 
a.       Dealer valuta asing bank dan non bank. Dealer bank-bank dan non bank beroperasi di kedua pasar antar bank dan nasabah. Mereka ini memperoleh keuntungan dengan membeli valuta asing pada harga permintaan (bid) dan menjualnya kembali pada harga yang sedikit lebih tinggi dari pada harga penawaran (offer).
b.      Perusahaan dan individu menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah pelaksanaan transfer investasi atau komersil. Kelompok ini terdiri dari para importir, investor internasional, perusahan-perusahaan multinasional. Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan investasi.
c.       Spekulator dan arbitrase. Mereka ini melakukan transaksi dalam pasar valuta asing untuk memperoleh keuntungan. Arbitrase pada prinsipnya merupakan suatu bentuk spekulasi yang terdapat dalam valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asing di suatu pusat keuangan kemudian menjualnya kembali di pusat keuangan lain untuk memperoleh keuntungan. Kegiatan arbitrase ini dimungkinkan oleh mudah dan cepatnya dilakukan transfer dengan menggunakan alat telegrafik antara pusat keuangan satu dengan pusat keuangan dunia lainnya. Motif mereka ini berbeda dengan dealer, karena spekulator dan arbitrase beroperasi hanya untuk kepentingan mereka sediri tanpa suatu kebutuhan atau kewajiban untuk melayani klien atau untuk memastikan kontinuitas pasar. Sedangkan dealer mencari keuntungan dari spread antara permintaan dan penawaran dan hanya secara insedentil mencari keuntunagn dari prubahan-perubahan harga. Sementara spekulator mencari seluruh keuntungan dari perubahan-perubahan harga secara simultan. Spekulasi dan arbitrase dalam jumlah besar biasanya dilakukan oleh trader. Bank-bank dalam hal ini dapat bertindak sebagai dealer, spekulator dan arbitrase.
d.      Bank sentral. Bank-bank sentral menggunakan pasar ini untuk memperoleh cadangan devisa dan juga mempengaruhi harga di mana mata uangnya diperdagangkan. Bank sentral mungkin melakukan langkah-langkah yang semata-mata dimasudkan untuk mendukung atau mendongkrak nilai mata uang sendiri. Kebijakan atau strategi seperti ini banyak dilakukan oleh bank-bank sentral.
Dalam operasional sehari-hari bank, khususnya bank-bank devisa, mereka melakukan kegiatan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing, misalnya jual beli mata uang asing, travelers check atau berfungsi sebagai money changer berdasarkan kurs beli atau kurs jual yang telah ditetapkan. Kegiatan bank lainnya seperti menerima deposito berjangka, transfer ke luar negeri, menerbitkan sertipikat valuta asing dan kegiatan tersebut digolongkan sebagai transaksi valuta asing tradisional.
Adapun jenis jenis valuta asing yang dilakukan oleh bank:
a.       Transaction Spot (transaksi spot), yaitu jual beli mata uang dengan penyerahan dan pembayaran antar-bank yang akan diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 12 juni 2002, penyerahan dan penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada tanggal 14 juni 2002. Apabila tanggal 14 juni 2002 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu, maka penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya. Tanggal penyelesaian transaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:
1.      Value today, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
2.      Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari keja setelah diadakannya kontrak.
3.      Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi.
b.       Forward transaction (Trasaksi berjangka). Transaksi ini disebut juga dengan transaksi berjangka yang pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang. Kurs ditetapkan pada waktu kontrak dilakukan, tetapi pembayaran dan penyerahan baru baru dilakukan pada saat kontrak jatuh tempo. Trasaksi forward ini biasanya sering digunakan untuk tujuan hedging dan spekulasi. Hedging atau pemagaran resiko yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata untuk menghindari resiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs.
c.       Swap trasaction (Transaksi swap), yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain  yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.
Seperti dijelaskan di atas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertentu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli atau menjual dan membeli suatu mata uang yang sama. Sementara pada spot dan forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan menjual. Penggunaan transaksi swap sebanarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Transaksi swap antara bank dengan BI:
·         Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut.
·         Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap bank dengan nasabah yang dananya berasal dari pinjaman luar negeri untuk keperluan ivestasi di Indonesia.
Perbedaan dari ketiga jenis transaksi di atas adalah bahwa transaksi swap terjadi dua transaksi pada saat yang sama (double transaction), yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward hanya terjadi satu kali transaksin saja (one single transaction), yaitu jual saja atau beli saja.

      C.   Hukum Islam Tentang Jual Beli Mata Uang
            1. Landasan Hukum
Firman Allah dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 275 yang artinya :
  Artinya :"orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." ( Q.S. al-Baqarah : 275)
                       
Hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ. رواه مسلم
Artinya : “Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, korma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) harus sama dan kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba, pemberi dan penerima dalam hal ini sama.” (HR. Muslim)
Sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ ، وَلاَ تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ ، وَلاَ تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ. رواه البخاري ومسلم
Artinya :“Janganlah engkau menjual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Janganlah engkau menjual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Dan janganlah engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan secara kontan.” (Riwayat Al Bukhary dan Muslim)
Demikianlah Syari’at Islam mengajarkan kita dalam jual beli emas, perak dan yang serupa dengannya, yaitu mata uang yang ada pada zaman kita sekarang ini. Pembayaran harus dilakukan dengan cara kontan alias tunai dan lunas tanpa ada yang terhutang sedikitpun Hukum ini merupakan hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama’ dalam setiap mazhab fiqih.
Kisah berikut dapat menjadi dalil yang memperjelas maksud dari pembayaran kontan yang dimaksudkan oleh hadits-hadits di atas:
عَن ْابن شهاب أن مَالِكِ بْنِ أَوْسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ الْتَمَسَ صَرْفًا بِمِائَةِ دِينَارٍ ، فَدَعَانِى طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ فَتَرَاوَضْنَا ، حَتَّى اصْطَرَفَ مِنِّى ، فَأَخَذَ الذَّهَبَ يُقَلِّبُهَا فِى يَدِهِ ، ثُمَّ قَالَ حَتَّى يَأْتِىَ خَازِنِى مِنَ الْغَابَةِ ، وَعُمَرُ يَسْمَعُ ذَلِكَ ، فَقَالَ وَاللَّهِ لاَ تُفَارِقُهُ حَتَّى تَأْخُذَ مِنْهُ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ . صلى الله عليه وسلم . الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ . رواه البخاري
Artinya : "Ibnu Syihab mengisahkan bahwa Malik bin Aus bin Al Hadatsan menceritakan kepadanya bahwa pada suatu hari ia memerlukan untuk menukarkan uang seratus dinar (emas), maka Thalhah bin Ubaidillah pun memanggilku. Selanjutnya kamipun bernegoisasi dan akhirnya ia menyetuji untuk menukar uangku, dan iapun segera mengambil uangku dan dengan tangannya ia menimbang-nimbang uang dinarku. Selanjutnya Thalhah bin Ubaidillah berkata: Aku akan berikan uang tukarnya ketika bendaharaku telah datang dari daerah Al Ghabah (satu tempat di luar Madinah sejauh + 30 KM), dan ucapannya itu didengar oleh sahabat Umar (bin Al Khatthab), maka iapun spontan berkata kepadaku: Janganlah engkau meninggalkannya (Thalhah bin Ubaidillah) hingga engkau benar-benar telah menerima pembayarannya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Emas ditukar dengan emas adalah riba kecuali bila dilakukan secara ini dan ini alias tunai, gandum ditukar dengan gandum adalah riba, kecuali bila dilakukan dengan ini dan ini alias tunai, sya’ir (satu verietas gandum yang mutunya kurang bagus -pen) ditukar dengan sya’ir adalah riba kecuali bila dilakukan dengan ini dan ini alias tunai, korma ditukar dengan korma adalah riba, kecuali bila dilakukan dengan ini dan ini alias tunai.” (Riwayat Bukhari)
Pada riwayat lain sahabat Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu lebih tegas lagi menjelaskan makna tunai yang dimaksudkan pada hadits-hadits di atas:
لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقِ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالذَّهَبِ أَحَدُهُمَا غَائِبٌ وَالْآخَرُ نَاجِزٌ وَإِنْ اسْتَنْظَرَكَ إِلَى أَنْ يَلِجَ بَيْتَهُ فَلَا تُنْظِرْهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ الرَّمَاءَ وَالرَّمَاءُ هُوَ الرِّبَا رواه مالك والبيهقي
Artinya :“Janganlah engkau menjual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Janganlah engkau menjual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Dan janganlah engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan secara kontan. Janganlah engkau menjual perak ditukar dengan emas, salah satunya tidak diserahkan secara kontan sedangkan yang lainnya diserahkan secara kontan. Dan bila ia meminta agar engkau menantinya sejenak hingga ia masuk terlebih dahulu ke dalam rumahnya sebelum ia menyerah barangnya, maka jangan sudi untuk menantinya. Sesungguhnya aku khawatir kalian melampaui batas kehalalan, dan yang dimaksud dengan melampaui batas kehalalan ialah riba.” (Riwayat Imam Malik dan Al Baihaqi)
        2. Pendapat Ulama' Tentang Uang Kertas
Kita semua tahu bahwa uang kertas yang kita gunakan untuk bertransaksi sehari-hari telah me­lalui berbagai fase dan perkembangan. Karena itu jangan heran bila para ulama pun sekilas nampak berbeda pendapat dalam menghukuminya. Per­bedaan pendapat ini sejatinya akibat langsung dari perkembangan uang kertas dan penggunaan­nya. Masing-masing ulama berpendapat selaras perkembangan uang kertas yang ada di zaman­nya.
     1) Pendapat Pertama
Uang kertas adalah surat piu­tang yang dikeluarkan oleh suatu negara atau instansi yang ditunjuk.
Di antara ulama yang berpendapat demikian ialah Syaikh Muhammad Amin as-Syinqithi[3] رحمه الله,  Ahmad Husaini dan penulis kitab al-Fiqhu 'ala al Madzahib al-Arba'ah.
Namun pendapat ini lemah atau kurang kuat, dikarenakan beberapa hal di antaranya:
a) Menyelisihi kenyataan. Karena kita pasti tahu bahwa tidak ada satu negara pun saat ini yang sudi membayarkan nilai uang kertasnya dalam bentuk uang emas atau perak. Anggapan uang kertas sebagai su­rat piutang hanya relevan dengan uang kertas pada awal sejarah kelahirannya.
b) Diantara konsekuensi pendapat ini adalah kita tidak dibenarkan memesan suatu barang de­ngan pembayaran tunai atau yang sering dise­but dengan akad salam. Berdasarkan pendapat ini, membayar dengan uang kertas adalah pembayaran tidak tunai. Dan para ulama telah sepakat bahwa akad pemesanan hanya boleh dilakukan dengan pembayaran tunai.
c) Sebagai konsekuensi langsung pendapat ini, maka kewajiban zakat dan juga berbagai hu­kum riba perlu ditinjau ulang. Karena para ulama berselisih pendapat tentang hukum zakat atas harta yang terutang.
2) Pendapat Kedua
Uang kertas adalah salah satu bentuk barang dagangan. Pendapat ini dianut oleh banyak ulama madzhab Maliki sebagaimana ditegaskan dalam kitab al Hawi 'ala ash Showy. Di antara yang menguatkan pendapat ini ialah Syaikh Abdurrohman as-Sa'di[4] رحمه الله. Pendapat ini memiliki berbagai sisi kelema­han, di antaranya:
a)     Membuka lebar-lebar berbagai praktek riba.
b)     Zakat menjadi gugur dari kebanyakan umat Is­lam, karena kertas bukan termasuk harta yang wajib dizakati selama tidak diperdagangkan.
3) Pendapat Ketiga
             Uang kertas disamakan dengan fulus[5].
Sekilas pendapat ini nampak kuat, akan teta­pi fakta dan fungsi uang kertas yang ada saat ini menjadikan pendapat ini tidak nyata. Sebab fu­lus pada zaman dahulu hanya digunakan untuk membeli barang-barang yang sepele. Berbeda halnya dengan uang kertas yang berlaku pada za­man sekarang, terlebih uang kertas telah menjadi kekayaan utama umat manusia pada zaman ini. Dengan demikian pendapat ini tidak sesuai de­ngan fakta uang kertas yang kita gunakan saat ini.
4) Pendapat Keempat
Uang kertas merupakan pengganti uang emas dan perak. Artinya uang kertas yang beredar di dunia sekarang hanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu uang kertas pengganti emas atau perak. Pendapat ini menyelisihi kenyataan. Walaupun dahulu uang kertas sebagai pengganti sementara uang emas dan perak yang berlaku kala itu, akan tetapi sekarang tidak lagi demikian.
Saat ini, manusia tidak menggunakan uang emas atau perak sehingga uang kertas yang ada sekarang ini tidaklah menggantikan uang emas dan perak. Bahkan saat ini setiap negara dapat menerbitkan uang kertasnya tanpa perlu menyi­sihkan jaminan penggantinya dalam wujud emas atau perak. Uang kertas yang berlaku hanya se­mata-mata diberlakukan oleh pemerintah setem­pat, bukan karena memiliki jaminan berupa emas, perak atau lainnya.
Aplikasi pendapat ini begitu sulit untuk dite­rapkan, terutama pada saat kita hendak tukar me­nukar mata uang. Sebagai konsekuensi pendapat ini, kita terlebih dahulu harus menyelidiki sejarah mata uang yang hendak kita tukarkan. Bila dahu­lunya berfungsi sama sebagai pengganti uang per­ak, maka kita tidak dibenarkan untuk melebihkan nilai tukar salah satunya di atas yang lain. Tidak diragukan, ini sangat merepotkan dan mungkin kebanyakan masyarakat tidak dapat melakukan­nya.
5) Pendapat Kelima
Uang kertas adalah mata uang tersendiri sebagaimana halnya uang emas dan perak, dan bukan pengganti keduanya. Dengan demikian, uang kertas yang beredar di dunia sekarang ini berbeda-beda jenisnya selaras de­ngan perbedaan negara yang mengeluarkannya.
Pendapat inilah yang terbukti selaras dengan fakta dan mungkin untuk diterapkan pada ke­hidupan umat manusia sekarang ini.1 Dengan demikian, berbagai hukum yang berlaku pada uang emas dan perak berlaku pula pada uang ker­tas, di antaranya:
·     Uang kertas adalah harta kekayaan yang wajib dizakati.
·     Berlaku padanya berbagai hukum riba.
·     Boleh dijadikan sebagai modal dalam akad mudhorobah dan alat pembayaran pada akad salam (pemesanan dengan pembayaran tunai di muka).
Dewasa ini untuk memuluskan jalannya transaksi ekonomi guna memenuhi sejumlah kebutuhan seringkali diperlukan transaksi jual beli mata uang (sharf) baik antara mata uang sejenis maupun mata uang berlainan jenis. Dan demi menjaga stabilitas dan menjaga peranan mata uang, Islam menggariskan dua ketentuan yang harus kita indahkan ketika memperjualbelikannya.
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi jual beli mata uang adalah :
  1. Jual beli mata uang dilakuakan tidak dengan tujuan adanya spekulasi (untung-untungan)
  2. Adanya kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga.
  3. Apabila transaksi dilakukan pada mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai.
  4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakuan dengan nilai tukar (krus) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan dilakukan secara tunai.

III. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat didimpulkan bahwa :
  1. Meski telah ada pada masa Islam klasik namun transaksi jual beli mata uang selalu mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Sehingga perlu diadakannya pengkajian secara berkesinambungan mengenai hukum transaksi ini.
  2. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
  3. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
  4. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
  5. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

IV. DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani. Fatwa Muamalah Asy-Syai’ah. Terjemah A. Syakur. Pustaka Progressif. Jakarta 2004.
Abdullah Mushlih, Shalah Ash-Shawi. Ma La Yasa’ut Tajiru Jahluhu. Terjemah Abu Umar Basyir. Darul Haq. Jakarta. 2004.
Eko Suprayitno. Ekonomi Islam. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2005.
Mahmud Abu Saud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Terjemah Achmad Rais. Gema Insani Press. Jakarta 1991.
Muh. Syafi’i Antonio. Bank Syari’ah, dari teori ke praktek. Gema Insani. Jakarta. 2001.
Sofyan Syafri Harahap. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Pustaka Quantum. Jakarta. 2001.
Sayid Bakri Syatha. I’anut Thalibin. Juz 3. Al-Hidayah. Surabaya.


[1] www.ehow.com
[2] Muhammad al-Adnani, al-Munjid fi al-Lughah
[3] Syaikh Muhammad Amin as-Syinqithi, Adwa'ul Bayan,  8/500
[4] Syaikh Abdurrohman as-Sa'di, Fatawa as-Sa’diyyah, hlm.319-324
[5] Yaitu alat jual beli yang terbuat dari selain emas dan perak, dan digunakan untuk membeli kebutuhan yang ringan. Bi­asanya terbuat dari tembaga atau yang serupa. Dan biasanya fulus semacam ini pada masyarakat zaman dahulu, berubah-ubah penggunaannya, kadang-kala berlaku, dan kadang kala tidak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar