Laman

Cari Blog Ini

Senin, 14 Maret 2011

ASPEK-ASPEK FILOSOFIS TENTANG KEANEKARAGAMAN UPAYA MENCARI HARTA


ASPEK-ASPEK FILOSOFIS TENTANG KEANEKARAGAMAN UPAYA MENCARI HARTA

Oleh :
Mustofa Anwar
I.    Pendahuluan
Sebagai agama "langit" Islam merupaka agama universal dan komprehensif. Hal ini terbukti dengan adanya pesan-pesan moral yang disampaikan dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah sbagai sumber ajaran Islam yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari masalah aqidah (ketuhanan), ibadah (penghambaan), mu'amalah (sosial kemasyarakatan), syasah (politik) dan lain-lain.
Dan dalam setiap peraturan yang ada dalam Islam selalu mengandung hikmah tersendiri. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an surat Shaad ayat 27 :
Artinya : "Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka." (QS.Shaad : 27)

Dan dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 269 :Artinya : "Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)."

Begitu juga dengan adanya keragaman upaya dalam mencari harta. Makalah ini mencoba menguak makna yang tersirat dari adanya keanekaragaman dalam upaya pecarian harta yang diberikan Islam.
II.  Pembahasan
A.   Keaneka Ragaman Upaya Mencari Harta
Sebagaimana telah kita ketahui dan yakini bahwa Islam adalah agama yang tidak hanya berkutat pada masalah ubudiyyah (penghambaan pada tuhan) semata. Melaikan agama yang sempurna, hal ini terbukti adanya firman Allah dalam surat al-Jumu'ah ayat 10 :

Artinya : "Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (Q.S. al-Jumu'ah : 10).

           Dalam ayat ini Allah telah menegaskan pada manusia bahwasanya jika kewajiban-kewajiban yang berkenan dengan Tuhan (melaksanakan ibadah sholat jum'at) telah selesiu di tunaikan maka Allah pun memberikan keleluasaan kepada manusia untuk melaksanakan perannya di dunia dengan mengais rejeki seluas-luasnya.
           Ungkapan ( ÇÚöF{$#ÎûrãÏ±tFR$$sù) memberikan peluang kepada manusia untuk senantiasa mengais rizki Allah di mana pun berada tanpa adanya satu pengkhususan jenis usaha yang harus dilakukan. Hal ini menunjukkna bahwa Allah telah memberikan hak kepada manusia untuk mengeksplorasi segala sumber-sumber rezki yang telah Allah ciptakan untuk manusia sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing berdasar pada skill yang dimiliki.
           Meski demikian, tidak berarti bahwa Islam menerapkan sistem liberal dalam ekonomi. Kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada manusia tersebut juga dibatasi dengan adanya perintah untuk senantiasa mengingat Allah agar tidak terjerumus pada hal-hal yang dilarang yang dapat merugikan orang lain .[1]
           Saling toleran, saling menghargai dan saling mengindahkan hak-hak orang lain dalam transaksi bisnis sangat ditekan kan dalam Islam. Allah telah dengan tegas menyatakan dalam QS. Al-Nisa' ayat 29 :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."(QS. al-Nisa' : 29)
           Larangan memakan harta dengan cara batil (Nä3s9ºuqøBr&(#þqè=à2ù's?Ÿw  È@ÏÜ»t6ø9$$Î/Mà6oY÷t/) mengindifikasikan juga pada cara pengupayaan pencarian harta   dengan cara batil. Dengan demikian segala jenis upaya pengaisan rizki

yang dilakukan dengan cara yang batil ( dengan melanggar  ketentuan Allah )

adalah dilarang. Karena akan menimbulkan kerugian pada orang lain. Dengan

kata  lain  memakan  harta milik  orang lain  tanpa  adanya  jastifikasi   adalah

perbuatan haram.[2]

           Dari kedua ayat diatas dapat difahami bahwa Islam bukanlah agama liberal (bebas tanpa aturan). Kebebasan yang ada dalam Islam bukanlah tidak tak terbatas melaikan menyeimbangkan antara kebebasa dalam keberagaman dengan norma-norma. Diantaranya :
1.    Ilahiah (Ketuhanan)
Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah, sehingga dalam upaya pencarian hartapun senantiasa mencari Ridha Allah dan tidak menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan syariat Allah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-‘Ashr : 1-3 ;
وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾

Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Penafsiran Yusuf Ali dari ayat diatas adalah : “jika hidup ini dimetaforakan sebagai bargaining bisnis, maka manusia yang hadir dalam sisi materi saja, jelas akan merugi. Bisnis yang ia jalankan akan menampakan untuk jika dia memiliki iman, mendorong untuk berbuat baik, dan memberikan kontribusi kesejahteraan sosial dengan memberikan arahan dan dorongan pada orang lain dan berjalan di jalan yang lurus secara terus menerus.[3]
2.    Akhlaqi (Etika)
Hal yang membedakan antara sistem Islam dengan yang lainnya adalah bahwa antara ekonomi dengan akhlak tidak pernah terpisah sama sekali, karena risalah Islam adalah risalah akhlak.[4]
Rasulullah SAW bersabda :
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلاَقِ
Artinya : Sesungguhnya tiada aku diutus melainkan hanya untuk menyempurnakan akhlak.

3.    Insaniyah (Kemanusiaan)
Selain berlandaskan pada ilahiah (Ketuhanan) dan keutamaan budi pekerti (Akhlaqi), sistem perekonomian Islam juga tidak melupakan sisi kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada sejumlah nilai yang ditunjukan Islam di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Artinya :"... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ..."  (QS. al-Maidah : 2)

Ayat diatas menjadi bukti bahwa Islam adalah agama sosial. Dengan nilai tersebut muncul warisan yang berharga dan peradaban yang istimewa. Sebagai contoh dari nilai tersebut adalah nilai kemerdekaan dan kemuliaan kemanusiaan, keadilan, persaudaraan, saling mencintai dan saling tolong-menolong.
Diantara buah dari nilai-nilai ini adalah : pengakuan Islam akan kepemilikian pribadi jika diperoleh melalui cara-cara yang dibenarkan syariat serta melaksanakan hak-hak harta. Islam juga memelihara kepemilikan ini dengan undang-undang dan akhlak.

B.   Jenis – Jenis Usaha yang di Halalkan
Dalam hal mu'amalah Islam telah memberikan kelonggaran yang amat besar pada umatnya dalam rangka usaha pencarian harta. Dalam sebuah kaidah fiqhiah mengatakan al-shlu fi al-mu'amalati al-ibahah illa an tadulla dalilun 'ala tahriimiha (pada dasarnya, segala bentuk mu'amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Dalam artian segala bentuk mu'amalah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya (melarangnya) maka hal tersebut boleh dilakukan.
Dengan demikina ada banyak sekali jenis-jenis usaha yang dihalalkan dalam Islam. Yaitu segala jenis usaha yang merujuk pada prinsip-prinsip yang ma'ruf, yang tidak menyebabkan adanya kemudlaratan dan mendzolimi orang lain.

C. Jenis-Jenis Usaha yang Diharamkan
                  Berbeda dengan usaha yang dihalalkan, jenis usaha yang diharamkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis usaha yang dihalalkan. Diantara jenis usaha yang diharamkan yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah ayat 219 :
 Artinya : "mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir" (QS. Al-Baqarah : 219)

           Dari ayat diatas jelas dapat difahami bahsa segala jenis usaha yang berkenan dengan khamar dan maisir adalah diharamkan (dilarang) karena kedua hal tersebut mengandung kemudlaratan bagi umat. Dengan kata lain bahsa segala jenis usaha yang didalamnya mengandung kemudlaratan yang lebih besar daripada manfaatnya maka tidak dihalalkan dalam Islam.
           Contoh lain dari jenis usaha yang diharamkan yaitu berdasar pada firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 275 :

Artinya : "orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 275)

           Ayat diatas menunjukkan bahwa segala jenis usaha yang didalamnya terdapat unsur ribawi adalah diharamkan. Karena adanya unsur-unsur kedzhaliman didalamnya. Penindasan pada yang lemah, sedangkan Islam sangat mengutuk pada pelaku penindasan sebagaimana yang disinggung dalam ayat diatas.
           Selain itu usaha-usaha yang mengandung unsur pengumbaran syahwati pun dilarang dalam Islam. Firman Allah :
Artinya :."dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra' : 32)

           Ayat diatas menegaskan bahwa segala jenis usaha yang mengandung unsur pengumbaran syahwati tidak dapat diterima dalam Islam. Karena hal itu merupakan perbuatan hewaniah yang keji dan merupakan sesuatu yang buruk.
           Selain itu peraktik-praktik bisnis yang didalamnya terdapat kebatilan pun turut dilarangn dalam Islam karena dapat merugikan orang lain. Allah berfirman :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. Annisa' : 29)

D. Hikmah Adanya Keanekaragaman Upaya Mencari Harta
                  Banyak terdapat hikmah dalam adanya keanekaragman upaya mencari harta diantaranya :
1.    Kemudahan
Salah satu hikmah adanya keanekaragaman upaya dalam mencari harta adalah adanya kemudahan bagi umat manusia. Allah berfirman :
  Artinya : "... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ..." (QS. Al-Baqarah : 185)
            Dengan adanya keanekaragaman dalam upaya pencarian harta sangatlah memberikan kemudahan bagi manusia untuk menentukan dari arah mana seseorang akan memulai dalam usahanya. Dengan artian semua orang dapat mengembangkan potensi yang dimikiki sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing sesuai kadar kemampuannya. Sehingga setiap manusia tidak merasa terbebani dan merasakan kemudahan dalam upaya mengais rizki Allah di muka bumi.

2.    Keragaman
Dengan adanya keanekaragaman upaya mencari harta dapat meningkatkan keragaman baik dari jenis usaha maupun hasil produksi yang di hasilkan. Sehingga dapat memperkaya kreatifitas para pengusaha dalam mengembangkan hasil produksinya.
Selain itu masyarakat konsumen pun akan semakin mudah untuk memilih apa yang ia butuhkan sesuai dengan selera dan kebutuhan karena adanya keragaman hasil produksi.

3.    Adanya Persaingan Sempurna
Dengan adanya keanekaragaman upaya  mencari harta, dengan demikian akan menciptakan banyak sekali jenis-jenis usaha yang digeluti manusian. sehingga kreatifitas manusia akan semakin terpacu untuk saling bersaing dalam memajukan usahanya masing-masing dan mempersempit peluang adanya monopoli.

4.    Menghilangkan Kejenuhan
Menurut Nurul Azizah seorang psikolog muslimah mengatakan "adanya keragaman upaya mencari harta dapat menghilangkan rasa jenuh dan bosan dikarenakan adanya rutinitas yang sama". Beliau juga mengatakan "dapat kita bayangkan apa yang terjadi jika tidak ada keragaman dalam mencari harta, setiap orang pasti akan merasakan kejenuhan yang amat dasyat. Dan untuk menghilangkan kejenuhan tersebut diperlukan adanya keragaman bentuk usaha".

5.    Kesejahteraan
 Dengan adanya keanekaragaman upaya mencari harta pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan umat. Dengan demikian setiap manusia akan dapat berusaha dan menekuni segala bentuk bisnis yang sesuai dengan hobi dan bakatnya masing-masing.

III. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.    Keberagaman dalam upaya mencari harta adalah keharusan yang tidak boleh tidak ada.
2.    Dengan adanya keberagaman, setiap orang dapat saling mengisi dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang dimilikinya, sehingga menciptakan keseimbangan hidup.
3.    Keputusan Allah untuk membiarkan adanya keberagaman dalam pencarian harta, menunjukan betapa Rahman-Rahimnya Allah kepada umat-Nya, sehingga dapat meningkatkan keimanan bagi orang-orang yang berfikir.

IV.  DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mustaq. Dr. Etika Bisnis dalam Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2003.
Al-Qardawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Rabbani Press. Jakarta. 1997.

Al-Qardawi, Yusuf. Fiqih Ikhtilaf. Terjemah Aunur Rafiq Sholeh Tamhid, Lc. Rabbani Press, Jakarta. 2007.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Terjemah. Pustaka As-Sunnah. Jakarta. 2007.

Muchtar, Na’in. Kompendium Himpunan Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Ekonomi. CV. Hasanah. Jakarta. 2001.


[1] Bisri Musthofa, al-Ibriz Lima'rifati Tafsiri al-Qur'ani al-'Aziz bi al-Lughoti al-Jawi, Menara Kudus, Hal. 2068
[2] Mustaq Ahmad, Dr, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, Hal. 142
[3] Abu Yusuf Ali. The Holy Qur’an : Text, Translation and Commentary. Bairut : Daar Thiba’ah wa Nasyr wa at-Tawz. 1968. Hal.1783 no. 6263.
[4] Dr. Yusuf Qardawi. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Rabbani Press. Jakarta. 1997. Hal.57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar