Laman

Cari Blog Ini

Kamis, 27 Januari 2011

SERBA SERBI ULUM AL-QUR'AN

SERBA SERBI ULUM AL-QUR'AN
oleh : 
Mustofa Anwar

           a. Al-Qur'an diturunkan dengan "tujuh Huruf" (sab'atu ahruf)
    Rasulullah SAW bersabda, “Jibril telah membacakan Al-Quran kepadaku dalam satu huruf. Aku berulang-ulang membacanya. Selanjutnya aku selalu meminta kepadanya agar ditambah, sehingga ia menambahnya sampai tujuh huruf. (H.R. Bukhori Muslim)
    Arti Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf) dalam hadits di atas mengandung banyak penafsiran dan pendapat dari kalangan ulama. Hal itu disebabkan karena kata Sab’ah itu sendiri dan kata Ahruf mempunyai banyak arti. Kata Sab’ah dalam bahasa Arab bisa berarti bilangan tujuh, dan bisa juga berarti bilangan tak terbatas. Sedang kata Ahruf adalah jamak dari harf yang mempunyai macam-macam arti, antara lain, salah satu huruf hijaiyah, makna, saluran air, wajah, kata, bahasa, dan lain-lain. Para Ulama telah mencoba menafsirkan Sab’atu Ahruf, yang menurut Imam As-Suyuti, tidak kurang dari empat puluh penafsiran.
    Pada awalnya Al-Quran hanya diturunkan dalam satu huruf saja, akan tetapi Rasulullah SAW mendesak malaikat Jibril agar ditambah lagi, supaya umatnya tidak menghadapi masalah dan kesusahan dalam membaca Al-Quran dan memilih mana saja bacaan yang mudah. Lalu Jibril pun menambahnya sehingga tujuh huruf. sebagaimana sabda Rasulullah SAW  “Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah ia dengan bacaan yang mudah daripadanya"
    Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Salam sebagaimana yang disebutkan oleh al-Suyuti di dalam kitabnya. mengatakan : Rasulullah SAW bersabda,
    Sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.”(HR Bukhari dan Muslim).
    Perbedaan pendapat para Ulama' mengenai Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf adalah :

    1.   Pendapat pertama adalah yang mengatakan Al-Quran itu diturunkan dalam tujuh bahasa dari tujuh bangsa selain bangsa Arab. Pendapat ini karena adanya kalimat-kalimat yang bukan dari bahasa Arab dalam Al-Quran seperti ‘Sirat’ (Rome), ‘Istabraqen’ (Yunani), ‘Sijjil’(Parsi), ‘Haunaan’(Siryani).
    2.   Pendapat kedua adalah yang mengatakan Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh jenis qiraat (bacaan) tetapi pendapat ini lemah.
    3.   Pendapat ketiga adalah yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan tujuh huruf tersebut ialah tujuh bahasa kabilah Arab yang masyhur di waktu itu
    Demikianlah pendapat ulama yang bermacam-macam mengenai maksud tujuh huruf dalam alqur'an. Tapi dari sekian banyaknya perbedaan pendapat tentang tujuh huruf, Pendapat yang paling masyhur mengenai penafsiran Sab’atu Ahruf adalah pendapat Ar- Razi dikuatkan oleh Az-Zarkani dan didukung oleh jumhur ulama. Yaitu Perbedaan yang berkisar pada tujuh wajah :

    1.  Perbedaan pada bentuk isim , antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau mu’annath. Contoh :

    وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (Al-Mukminun: 8)
          Yaitu لأمَانَاتِهِمْ dan dibaca mufrad dalam qiraat lain لأمَانتِهِمْ.
    2.   Perbedaan bentuk fi’il madhi , mudhari’ atau amar. Contoh:
    فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَاٍ (Saba’ : 19)
    Sebaagian qiraat membaca lafaz ‘rabbana’ dengan rabbuna, dan dalam kedudukan yang lain lafaz ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’.
    3.  Perbezaan dalam bentuk ‘irab. Contoh, lafadz إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ
    (Al-Baqarah: 282) dibaca dengan disukunkan huruf ‘ra’ sedangkan yang   lain membaca dengan fathah.
    4.  Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir). atau lebih dikenal dg   taqdim ta'khir... Contoh :
    وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَق(Surah Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan
    ‘al-haq’ dan diakhirkan ‘al-maut’, وَجَاءَتْ سَكْرَةُالْحَق بِالْمَوْتِ . Tapi Qiraat ini dianggap lemah.
    5. Perbedaan dalam menambah dan mengurangi. Contoh ayat 3, Surah al-Lail,

    وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالأنْثَى . Ada qiraat yang membuang lafaz ‘ma kholaqo’
    6.   Perbedaan ibdal (pergantian huruf). Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259 Surah al-Baqarah dibaca dengan ‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’).
    7.   Perbezaan lahjah seperti dalam masalah imalah, tarqiq, tafkhim, izhar, idgham dan sebagainya. Perkataan ‘wadduha’ dibaca dengan fathah dan ada yang membaca dengan imalah , yaitu dengan bunyi ‘wadduhe’ (sebutan antara fathah dan kasrah).
    b. Asbabunnuzul : 
             Asbabunnuzul adalah : sesuatu ( baik peristiwa maupun pernyataan) yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat.
                  Missal : Qs. Al-Baqarah 275-279 : 
      Ayat ini turun setelah terbukanya kota mekkah. Sebab turunnya adalah sehubungan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada gubernur kota mekkah Atab Bin Usaid terhadap bani Tsaqif tentang utang-utang yang dilakukan dengan riba sebelum turun ayat pengharaman riba. Kemudian gubernur mengirimkan surat kepada Rasulullah SAW melaporkan kejadian tersebut. Surat tersebut dijawab setelah turunnya ayat 278-279 (HR. Abu Ya’la dalam kitab musnadnya dan Ibnu Madah Dari Kalabi Dari Abi Salih Dan Ibnu Abbas).
      Dalam literatur lainnya menurut Muhammad Ali Ash Shabuni ayat ini turun berkaitan dengan perkongsian dua orang yaitu al-Abbas dan Khalid Bin Walid secara riba kepada suku tsaqif sampai Islam datang, kedua orang ini masih mempunyai sisa Riba dalam jumlah besar. Kemudian turunlah ayat:
      Kemudian Rasulullah bersabda :"Ketahuilah!! Sesungguhnyatiap tiap riba dari riba jahiliyah harus sudah dihentikan dan pertma kali riba yang aku hentikan ialah riba Al-abbas dan setiap penuntutan darah dari darah jahiliyah harus dihentikan dan pertam petma darah yang kuhentikan ialah darah Rabi’ah bin al-harits".
                  c. Munasabah
      Kata Munasabah  secara etimologi, menurut asy-Syuthi berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan muqarabah (kedekata). Sedengkan secara syara' berarti : pengetahuan tentang berbagai hubungan di dalam al-Qur’an, yang meliputi : Pertama, hubungan satu surat dengan surat yang lain; kedua, hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat; ketiga, hubungan antara fawatih al-suwar dengan isi surat; keempat, hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat; kelima, hubungan satu ayat dengan ayat yang lain; keenam, hubungan kalimat satu dengan kalimat yang lain dalam satu ayat; ketujuh, hubungan antara fashilah dengan isi ayat; dan kedelapan, hubungan antara penutup surat dengan awal surat
      Para ulama yang menekuni ilmu munasabah Al-Qur’an mengemukakan bahkan membuktikan keserasian yang dimaksud, setidak-tidaknya hubungan itu meliputi :
      1.     Hubungan antara satu surah dengan surah sebelumnya. Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya didalam surah Al-Fatihah ayat 6 disebutkan:
      “Tunjukilah Kami jalan yang lurus,” (Q.S. Al-Fatihah: 6)
                  Lalu dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 2, bahwa jalan yang lurus itu adalah mengikuti petunjuk Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:
      “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2)
      2.     Hubungan antara nama surah dengan isi atau tujuan surah. Nama-nama surah biasanya diambil dari suatu masalah pokok didalam satu surah, misalnya surah An-Nisa’ (perempuan) karena didalamnya banyak menceritakan tentang persoalan perempuan.
      3.     Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah. Misalnya surah al-Mu’minuun dimulai dengan:
      “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,” (Q.S. Al-Mu’minuun: 1)
      Kemudian diakhiri dengan :  
       “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (Q.S. Al-Mu’minuun: 117)
      4.     Hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surah. Misalnya kata “Muttaqin” di dalam surah Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan pada ayat berikutnya mengenai cirri-ciri orang-orang yang bertaqwa.
      5.     Hubungan antara kalimat lain dalam satu ayat. Misalnya dalam surah al-Fatihah ayat 1: “ Segala Puji Bagi Allah”, lalu dijelaskan pada kalimat berikutnya: “Tuhan semesta alam”.
      6.     Hubungan antara fashilah dengan isi ayat. Misalnya didalam surat al-Ahzab ayat 25 disebutkan:
      “dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan “ (Q.S. Al-Ahzab: 25)
      “dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (Q.S. Al-Ahzab: 25)
      7.       Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya. Misalnya penutup surat al-Waqi’ah:
      ”Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.” (Q.S. Al-Waqi’ah: 96)
      Lalu surah berikutnya, yaitu surah al-Hadiid ayat 1:
      “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Hadiid: 1) 

      d. Makiyyah dan Madaniyyah
        Ada beberapa definisi tentang al-Makiy dan al-Madaniy yang diberikan oleh para ulama yang masing-  masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan kriteria yang disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiy atau Madaniy sebuah surat atau ayat.
        Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama tafsir dalam hal ini :

        1.       Berdasarkan tempat turunnya suatu ayat.

        الْمَكِيُّ مَا نَزَلَ بِمَكَّة وَلَوْ بَعْدَ الهِجَرَةِ وَالمَدَنِيُّ مَا نَزَلَ بِالمَدِيْنَةِ 
               “ Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah”.
              Berdasarkan rumusan di atas,Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyyah. Alasannya ada beberapa ayat al-Quran yang dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan Madinah.

        2.      Berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut.
             “ Makkiyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madaniyah”.
              Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi يا أيها الناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan
         يا أيها الذ ين أمنوا (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Adapun kelemahan-kelemahan  pada rumusan ini, antaa lain:
        a.    Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أيها الناس atau
        الذين أمنوا يا أيها maksudnya, tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau  ayat penduduk Mekkah atau Madinah.
        b.   Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أيها الناس meski Makkiyyah dan yang dimulai dengan redaksi يا أيها الذين أمنوا  meski Madaniyyah.

        3.       Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
        “ Makkiyyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”.
              Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan al-Makkiy dan al-Madaniy ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif (definisi).
        Para ulama telah menetapkan karakteristik Makiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut :
        a.       Karakteristik Makiyyah
        Ada beberapa karakteristik yang dimiliki Makiyyah di antaranya :
        1.     Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata كلا Kata ini dipergunakan untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang keras kepala.
        2.     Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah termasuk Makiyyah.
        3.     Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk Madaniyyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih diperselisihkan.
        4.     Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis termasuk Makiyyah, kecuali surat Al-Baqarah yang tergolong Madaniyyah.
        5.     Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad, alphabet (tahjjiy) ditetapkan sebagai Makiyyah, kecuali Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud di antaranya ك ي ه ص ع, ط ه س ي, ح م, dll
        6.     Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat Makiyyah ini menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para malaikat serta menggunakan argumen-argumen akal, kealaman dan jiwa.
        7.     Membantah argumen-argumen kaum Musyrikin dan menjelaskan kekeliruan mereka terhadap berhala-berhala mereka.
        8.     Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat yang hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.
        9.      Terdapat banyak redaksi sumpah dan ayatnya pendek-pendek.

        b.      Karakteristik Madaniyyah
        Seperti halnya dalam Makiyyah, Madaniyyah pun mempunyai karakteristik :
        1.  Setiap surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan, termasuk Madaniyyah.
        2.  Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyyah.
        3.  Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk Madaniyyah, kecual surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang termasuk Madaniyyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
        4.  Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain.
        5.  Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum agama.
        Contoh surat Madaniyah : Ali Imran, An-nisa', An-Nur dan lain-lain.    Contoh surat Makkiyah : Al-Fatihah, Yunus, Ar-Ra'du, Al-Anbiya dan lain-lain.

        Tidak ada komentar:

        Posting Komentar