Laman

Cari Blog Ini

Kamis, 26 Mei 2011

Embrional Lembaga Keuangan Islam

BAITUL MAL MASA KHOLAFAUR RASYIDIN 
oleh : Mustofa Anwar
A.      Pendahuluan
Memperbincangkan masalah ekonomi, serasa tiada habisnya. Termasuk ketika memperbincangkan masalah ekonomi Islam. Meski terkesan terlambat (dibandingkan dengan sistem ekonomi lain : sosialis, liberalis maupun kemakmuran). Namun, sesungguhnya sistem ekonomi Islam (berlandaskan norma dan etika Tuhaniyah) telah lama dipraktekkan dalam keseharian umat Islam.
Diantaranya yaitu, adanya baitul mal[1] pada masa awal Islam (masa Rasul saw) dapat dikatakan sebagai embrional lahirnya Lembaga Keuangan pada jaman ini. Jika pada masa Rasul saw baitul mal sebagai satu-satunya lembaga keuangan yang ada pada masa itu lahir dan dilator belakangi oleh adanya motif social spiritual. Namun, dalam perkembangannya untuk memenuhi “hasrat” manusia yang tidak pernah terpuaskan, fungsi dan motif lembaga keuangan mengalami perubahan yang semula berorientasi pada social spiritual menjadi profit oriented dan mengenyampingkan sisi-sisi social spiritual-nya.

Rabu, 11 Mei 2011

RAHN DAN KEKINIAN

RAHN DAN PEREKONOMIAN MODERN
Oleh 
Mustofa Anwar
A.    Pendahuluan
Perkembangan ekonomi Islam akhir-akhir ini begitu pesat. Dalam tiga dasawarsa ini mengalami kemajuan, baik dalam bentuk kajian akademis di Perguruan Tinggi maupun secara praktik operasional. Dalam bentuk kajian, ekonomi Islam telah di kembangkan di berbagai Universitas, baik di negara-negara muslim juga negara barat.
 Tidak hanya di dunia perbankan, geliat kebangkitan ekonomi Islam turut merambah sektor non bank seperti pegadaian. Sejarah Pegadaian di Indonesia dimulai pada saat Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan BANK VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746. Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961 kemudian berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum.[1]
Tingginya kenaikan biaya kebutuhan hidup sehari-hari, mulai dari kenaikan tarif listrik, kenaikan harga sembako, dan memasuki tahun ajaran baru, serta kebutuhan menjelang dan setelah Lebaran. Membuat masyarakat yang terdesak butuh uang biasanya enggan lari ke bank atau rentenir. Kalau meminjam ke bank, pasti mereka menghadapi prosedur berbelit dari birokrasi perbankan. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan cukup lama. Padahal, mereka butuh uang tunai segera.
Pegadaian merupakan satu-satunya jalan keluar dari masalah karena prosedur untuk memperoleh pinjaman juga sangat mudah dengan proses yang cepat. Tinggal datang ke kasir, serahkan barang, kemudian ditaksir, dan dana tunai pun didapat. Semua proses itu hanya buruh waktu 15 menit.
Tradisi menggadaikan barang untuk ditukar dengan sejumlah uang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia sejak lama. Tradisi ini sempat menjadi ladang usaha bagi segelintir orang yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi. Kelompok rentenir yang membebankan bunga pinjaman tinggi menjadi momok bagi masyarakat kelas bawah, yang pada akhirnya harus kehilangan barang berharga yang mereka jaminkan kepada pemberi pinjaman.